Sabtu, 19 Januari 2013

YES :D





NO :O





Choose



Guntur Triyoga





Mine



PERSAHABATAN TERLARANG


Karya Siti Khoiriah
Cerpen Persahabatan
Sejak pertemuan itu, aku dan Devan mulai bersahabat. Kami bertemu tanpa sengaja mencoba akrab satu sama lain, saling mengerti dan menjalani hari-hari penuh makna. Pesahabatan dengan jarak yang begitu dekat itu membuat kami semakin mengenal pentingnya hubungan ini.

Tak lama kemudian, aku harus pergi meninggalkannya. Sesungguhnya hatiku sangat berat untuk ini, tapi apa boleh buat. Pertemuan terakhirku berlangsung sangat haru, tatapan penuh canda itu mulai sirna dibalut dengan duka mendalam.

“Van maafkan aku atas semua kesalahan yang pernah ku lakukan, ya.” Kataku saat ia berdiri pas di depanku.

“kamu gak pernah salah Citra, semua yang udah kamu lakukan buat aku itu lebih dari cukup.”

“pleace, tolong jangan lupain aku, Van”

“ok, kamu nggak usah khawatir.” Sesaat kemudian mobilku melaju perlahan meninggalkan sesosok makhluk manis itu.

Ku lihat dari dalam tempatku duduk terasa pedih sangat kehilangan. Jika nanti kami dipertemukan kembali ingin ku curahkan semua rasa rinduku padanya. Itu janji yang akan selalu ku ingat. Suara manis terakhir yang memberi aku harapan.

Awalnya persahabatan kami berjalan dengan lancar, walau kami telah berjauh tempat tinggal. Pada suatu ketika, ibu bertanya tentang sahabat baruku itu.

“siapa gerangan makhluk yang membuatmu begitu bahagia, Citra?” tanya ibu saat aku sedang asyik chatingan dengan Devan.

“ini, ma. Namanya Devan. Kami berkenalan saat liburan panjang kemarin.”

“seganteng apa sich sampai buat anak mama jadi kayak gini?”

“gak tahu juga sih ma, pastinya keren banget deh, tapi nggak papah kan, Ma aku berteman sama dia.?”

“Apa maksud kamu ngomong kayak gitu?”

“kami berbeda agama, Ma”

“hah??,” sesaat mama terkejut mendengar cerita ku. Tapi beliau mencoba menutupi rasa resahnya. Aku tahu betul apa yang ada di fikiran mama, pasti dia sangat tidak menyetujui jalinan ini. Tapi aku mencoba memberi alasan yang jelas terhadapnya.

Sehari setelah percakapan itu, tak ku temui lagi kabar dari Devan, aku sempat berfikir apa dia tahu masalah ini,,? Ku coba awali perbincangan lewat SMS..

“sudah lama ya nggak bertemu? Gimana kabarnya nech,,? “

Pesan itu tertuju kepadanya, aku masih ingat banget saat laporan penerimaan itu. Berjam-jam ku tunggu balasan darinya. Tapi tak ku lihat Hp ku berdering hingga aku tertidur di buatnya. Tak kusangka dia tak membalas SMS ku lagi.

Tak kusangka ternyata mama selalu melihat penampilan ku yang semakin hari semakin layu.

“citra, maafkan mama ya, tapi ini perlu kamu ketahui. Jauhi anak itu, tak usah kamu ladeni lagi.” Suara mama sungguh mengagetkan ku saat itu. Ku coba tangkap maknanya. Tapi sungguh pahit ku rasa.

“apa maksud mama?”

“kamu boleh kok berteman dengan dia, tapi kamu harus ingat pesan mama. Jaga jarak ya, jangan terlalu dekat. Mama takut kamu akan kecewa.”

“mama ngomong paan sih,? Aku semakin gak mengerti.”

“suatu saat kamu pasti bisa mengerti ucapan mama” mamapun pergi meninggalkan ku sendiri.. Aku coba berfikir tenteng ucapan itu. Saat ku tahu jiwa ini langsung kaget di buatnya.. tak terasa tangispun semakin menjadi-jadi dan mengalir deras di kedua pipiku. Mama benar kami berbeda agama dan nggak selayaknya bersatu kayak gini. tapi aku semakin ingat kenangan saat kita masih bersama.

Satu tahun telaj berlalu, bayangan tentangnya masih teikat jelas di haitku. Aku belum bisa melupakannya. Mungkin suatu saat nanti dia kan sadar betapa berharganya aku nutuknya.

Satu harapan dari hatiku yang paling dalam adalah bertemu dengannya dan memohon alasannya mengapa ia pergi dari hidupku secepat itu tanpa memberi tahu kesalahanku hingga membuat aku terluka.

Pernah aku menyesali pertemuan itu. Tapi aku menyadari betapa berartinya ia di hidupku. Canda tawa yang tinggal sejarah itu masih terlihat jelas di benakku dan akan selalu ku kenang menjadi bumbu dalam kisah hidupku.

Devan, kau adalah sahabat yang paling ku banggakan. Aku menunggu cerita-ceritamu lagi. Sampai kapanpun aku akan setia menunggu. Hingga kau kembali lagi menjalani kisah-kisah kita berdua
.


You Are My Destiny


Cerpen Cinta: You Are My Destiny
Langit tampak mendung, sepertinya akan turun hujan. Pandanganku beralih pada seorang cowok yang berdiri dekat pintu. Cowok berkulit putih dan berbadan cukup tinggi namun sedikit kurus. Tara,itulah namanya. Aku mengenalnya sejak lama, namun dia tak mengenalku. Hanya sejak kita masuk SMA yang sama dia jadi kenal padaku.
 
Namaku Nira Revita, biasa di panggil Rita.
"hey, ngelamunin apa sih?"suara itu mengagetkanku. Suara sahabatku, Zahfa.
"eeh, gak kok"jawabku dg agak gugup.
"kamu gk pulang Rit? udah mau hujan loh"
"aku nunggu jemputan zah, kamu duluan aja gak apa2"
"kenapa gak bareng si Tara aja sih,arumah kalian kan searah"
"gak zah,atakut ngerepotin dia"
"oo ya udah duluan ya?"
Aku hanya menganggukkan kepala.
***
Keringat membasahi tubuhku, ku rapikan segera perlengkapan untuk kegiatan persami di SMA baruku.
Jangan sampai aku telat dan kena hukuman dari kakak-kakak osis.Tapi harapanku sia-sia, baru saja ku melangkahkan kaki masuk ke sekolah kakak-kakak osis sudah menunggu di pintu dengan wajah yang kelihatan marah.
"cepat masuk! Niat ikut kegiatan ini gak sih? Gak disiplin banget datang telat!" kata salah seorang dari mereka.
"iya kak, maaf saya telat" jawabku.
           Setelah terbebas dari kemarahan mereka aku segera masuk menemui zahfa yang kebetulan satu regu denganku.
           Acara persami berjalan dengan lancar, tiba waktunya kita untuk pulang ke rumah masing-masing. Aku menunggu ayah menjemputku, Ku lihat Tara yang berjalan dengan lemas dan wajah yang pucat. mungkin dia kelelahan karena semalam dia kena hukuman gara-gara anggota kelompoknya banyak yang melanggar peraturan.
           Dia duduk tak jauh dari tempatku berada, tiba-tiba ada yang membasahi pipiku. Apa, air mata? Aku menangis, tapi mengapa aku menangis? Aku menangisi keadaan Tara yang spt itu.
Apa artinya ini?
***
Setelah kejadian hari itu aku merasa ada yang berbeda pada diriku ketika melihat Tara, ada getaran, ada perasaan lain di hatiku. mungkinkah aku jatuh cinta padanya?
Jantungku berdegup kencang ketika di dekatnya, dan aku merasa rindu jika dia tak ada. Tapi apakah ini perasaan yang benar? baru pertama kali ku rasakan perasaan seperti ini.
Seminggu berlalu dan perasaanku semakin tak menentu.kali ini ku benar-benar yakin bahwa aku jatuh cinta pada Tara.dialah cinta pertamaku. Namun betapa kecewanya diriku ketika tau bahwa tara ternyata telah memiliki seorang kekasih. Aku benar-benar patah hati saat itu.
            Sahabat baikku, fita menyuruhku untuk sabar namun meski begitu aku tak pernah bisa melupakan tara.aku begitu menyayanginya. Hingga 3 bulan berlalu aku mendengar berita bahwa tara sudah putus dengan pacarnya, betapa bahagianya aku mengetahui hal itu.entah karna apa tiba-tiba saja aku dan tara menjadi sangat akrab. Aku dan tara jadi lebih sering ngobrol dan bercanda lewat sms. Namun aku tetap tak pernah berani mengungkapkan apa yg sesungguhnya aku rasakan pada Tara. Aku hanya mampu memendam perasaan cinta ini dalam hatiku.
Hingga suatu ketika kecerobohankulah yg mengungkap rahasia itu.
            Salah seorang temanku tidak sengaja membaca coretan di Diaryku bahwa aku menyukai tara. Entah apa yang dia lakukan sehingga Tara kemudian tau hal itu dan dia menjauhiku. Aku sangat menyesal mengapa aku begitu ceroboh meletakkan buku itu di atas meja dan meninggalkannya begitu saja sehingga ada orang lain membacanya. Kini hubunganku dengan Tara tidak lagi seperti kemarin-kemarin, dia terlihat menghindari dan menjauhiku. Aku semakin tersiksa dengan perasaanku sendiri. Apa yg kini harus ku lakukan??
***
             Waktu kelulusan sekolah telah tiba.tak terasa 3th sudah ku menempuh pendidikan di SMA ini, dan selama itu pula rasa cintaku untuk tara masih belum bisa mati. Setelah lulus SMA aku meneruskan pendidikanku ke salah satu Universitas Negeri di kota Malang bersama Fita.sedangkan Tara, aku tak pernah tau lagi kabar dan keberadaannya sekarang. Aku berfikir mungkin kami memang tak berjodoh,mungkin Tara dan aku memang tak di takdirkan untuk bersama.
***
"Tiiiit"suara klakson berbunyi. Aku berteriak histeris sambil menutup mata ketika sebuah mobil berkecepatan tinggi melaju ke arahku.
"kau tidak apa-apa?"tanya seseorang padaku.
"aku tidak a..."bicaraku terhenti ketika ku lihat orang yang sedang bertanya padaku ternyata adalah Tara.
"Ta..ta..Tara??"ucapku terbata-bata.
"heh?Rita kan?"jawabnya.
Aku sangat bahagia akhirnya bisa bertemu Tara lagi. Tara kemudian mengantarku pulang setelah kami saling bertukar nomor handphone.
***
"Drtz..drtz"handphone di saku celanaku bergetar.terlihat nama Tara di layarnya,segera ku tekan tombol buka.
"Ku tunggu di taman sekarang"
Aku loncat-loncat kegirangan membaca sms dari Tara. Segera saja aku ganti baju dan pergi menemui Tara..
(Di Taman)
"Tara mana ya?"gumamku dalam hati. Tiba-tiba ada yang menutup mataku dari belakang.
"Rita,aku punya kejutan buat kamu"Suara yang sangat ku kenal.iya,itu suara Tara.
Dia menuntunku hingga ke suatu tempat dan melepas tangannya dari mataku.
Seakan tidak percaya dengan apa yg baru saja ku lihat,aku mengucek-ngucek mataku. Dan ternyata aku tidak menghayal, di sekelilingku terdapat banyak lilin dan Tara, ia tersenyum manis padaku.
"Rita, aku ingin mengakui sesuatu. Aku minta maaf selama ini aku nggak bisa jujur sama perasaanku sendiri. sebenarnya dari dulu aku sayang sama kamu tapi aku gak bisa ungkapin semua itu karna aku takut bakal nyakitin kamu.dan sekarang kita ketemu lagi, aku yakin kalau aku bener-bener sayang sama kamu dan takdirlah yang mempertemukan kita.
“Rita,Maukah kamu menjadi bagian dari hidupku dan temani aku hingga masa tuaku?"
"Tara... Aku juga sayang sma kamu."
"jadi,kamu mau?"
"iya,aku mau"
Aku sangat bahagia mendengar ucapan tara. Tara menyatakan cinta padaku,
Aku selalu berfikir kalau Tara bukan takdirku, dia bukan jodohku. tapi ternyata ku salah! dia adalah cinta pertama dan juga cinta terakhirku. Dialah orang yang menjadi pelengkap dalam hidupku, tulang rusukku, cinta sejati dalam hidupku.

Meta Khiara





Dari Sebuah Diary Hati


Cerpen karya Andri Rusly

               “Tak Kan Pernah Ada” masih mengalun dari MP3-nya Andre. Mulutnya ikut komat-kamit mengikuti irama lagunya Geisha. Hmm, kelihatannya Andre begitu menjiwainya. Kenapa nih anak jadi termehak-mehek begini ya? Memang ada yang lain dalam diri Andre. Setelah setahun persahabatannya dengan Rere berjalan. Susah senang dilaluinya bersama. Rere memang sahabat yang baik dan manis. Mang begitu kok kenyataannya. Bukannya Andre berlebihan dalam menilainya. Sahabat yang di saat duka selalu menghibur dan di saat suka selalu hadir tuk berbagi tawa. Rere pernah bilang kalo semua saran Andre selalu diturutin dan begitupun sebaliknya. Pokoknya di mana ada Andre di situ ada Rere. Begitulah hampir setiap ada kesempatan mereka selalu pergi bersama-sama. Gak ada pikiran yang “aneh”. Gak ada perasaan apa-apa termasuk cinta!.

               Tapi kenapa Rere sampai saat ini belum juga punya cowok ? Padahal kalo dipikir-pikir Rere gak sulit untuk mendapatkan cowok. Mang sih Rere adalah tipe cewek yang sulit jatuh cinta. Gak sembarangan Rere menilai seorang cowok. Ya memang, inilah yang membuat Andre takut. Takut perasaannya hanya akan menjadi permainan waktu semata. Waktu yang entah sampai kapan akan membuat Andre terombang-ambing oleh cinta. Apakah ini cinta? Ya, ini adalah cinta. It must have been love kata Roxette. Ah, Andre terus memendam perasaannya. Sampai-sampai suatu ketika Andre dikecam oleh perasaan cemburu. Perasaan yang dulu gak pernah ada kini muncul. Cemburu saat Rere menceritakan kalo ada cowok yang naksir padanya. Apakah cemburu pertanda cinta? Kata orang cemburu tidak mencerminkan rasa cinta tapi mencerminkan kegelisahan. Aduh, Andre makin ketar-ketir aja dibuatnya. Andre benar-benar gelisah. Lama-lama tersiksa juga batinnya. Ada keinginan yang harus diutarakan. Tentang masalah perasaan Andre yang gak karuan tentang Rere. Cuma gak ada keberanian. Andre takut kalo Rere membencinya. Ini gak boleh terjadi.

               Kemudian akhirnya Andre berusaha untuk melupakannya tapi gak bisa, malah rasa sayang yang semakin membara. Apakah salah kalo Andre ingin menjalin hubungan yang lebih hangat bukan hanya sebagai seorang sahabat? Hmm, Andre harus berani. Harus berani ambil segala resikonya.

               “Rere, aku mencintaimu” kata Andre akhirnya setelah sekian lama dipendamnya. “Aku akan serius ma kamu dan mau menyayangimu seutuhnya”.

               Ia pandangi wajah Rere. Gak ada amarah di wajahnya yang ada hanya tangis. Ups, Rere menangis. Andre makin bertanya-tanya. Baru kali ini Andre melihat Rere menangis.

               “Kenapa Re? Apa kata-kata ku nyakitin perasaan kamu?”

               Rere menggeleng. Sambil masih terisak ia coba menjelaskan ke Andre. Andre siap mendengarkan jawaban Rere. Apapun itu meskipun kata “tidak” sekalipun. Dan benar juga, kata tidak yang terlontar dari mulutnya. Ya, Andre harus menerimanya. Sepeti kata Eric Segal dalam bukunya, “Cinta berarti kamu takkan sekali saja melafalkan kata sesal”. Rasanya dada terasa mau jebol, gerimis serasa hujan badai. Sepinya malam itu terasa lebih sunyi seolah hanya mereka berdua saja di alam ini. Tak ada suara hewan atau serangga yang meramaikan bumi.

               “Maafin aku ya, Ndre?” tangan Rere menggenggam jemari Andre. Andre terdiam. “Kamu pasti kecewa ma jawabanku, ya? Tapi itu bukan berarti aku gak ada ‘rasa’ ma kamu. Aku hanya takut perasaan ini hanya ilusi aja”.

               “Re, Jika cinta ini beban biarkan aku menghilang. Jika cinta ini kesalahan biarkan aku memohon maaf. Jika cinta ini hutang biarkan aku melunasinya. Tapi jika cinta ini suatu anugerah maka biarkanlah aku mencintai dan menyayangimu sampai nafas terakhirku” Andre tetap gak yakin akan perasaannya. Andre merasa Rere akan meninggalkannya selamanya. Kemudian dipeluknya Rere erat-erat. Dibelainya rambutnya dengan penuh kasih sayang.

               “Aku gak mau kehilangan sahabat yang begitu baik” kata Rere masih dalam pelukan Andre. “Biarlah hubungan kita tetap terjalin bebas tanpa terbatas ruang dan waktu. Lagipula perjalanan cinta kita nantinya bakal abadi, atau malah putus di tengah jalan? Persahabatan bisa jadi awal percintaan tapi akhir dari suatu percintaan kadang malah menjadi permusuhan. Dan aku gak mau itu terjadi pada kita, Ndre”

               Andre mulai merenungi kata-kata Rere. Dilepaskannya pelukannya kemudian dipandanginya wajah Rere dalam-dalam. Ternyata Andre masih bisa menikmati senyum manis Rere. Masih bisa merasakan sejuknya tatapan Rere. Ia gak mau kehilangan semuanya itu.

               “Aku rela menjadi lilin walau sinarnya redup tapi gak habis dimakan api bisa memberi cahaya dan menerangi hatimu” kata Andre sambil menyeka air mata di pipi Rere.

               “Iya, Ndre. Soalnya hati hanya dapat mencintai sekejap. Kaki cuma bisa melangkah jauh dan lelah. Busana tak selamanya indah dalam tubuh. Tapi memiliki sahabat sepertimu adalah keabadian yang tak mungkin kulupakan” begitu pinta Rere disambut senyum Andre. Mereka saling berpelukan lagi. Tanpa beban tanpa terbatas ruang dan waktu. Hmm… apa bisa Andre menyimpan rapat-rapat perasaannya berlama-lama ? Only time will tell

Asal Usul Banyuwangi


Pada zaman dahulu di kawasan ujung timur Propinsi Jawa Timurterdapat sebuah kerajaan besar yang diperintah oleh seorang Raja yang adil dan bijaksana. Raja tersebut mempunyai seorang putra yang gagah bernama Raden Banterang. Kegemaran Raden Banterang adalah berburu. “Pagi hari ini aku akan berburu ke hutan. Siapkan alat berburu,” kata Raden Banterang kepada para abdinya. Setelah peralatan berburu siap, Raden Banterang disertai beberapa pengiringnya berangkat ke hutan. Ketika Raden Banterang berjalan sendirian, ia melihat seekor kijang melintas di depannya. Ia segera mengejar kijang itu hingga masuk jauh ke hutan. Ia terpisah dengan para pengiringnya.
“Kemana seekor kijang tadi?”, kata Raden Banterang, ketika kehilangan jejak buruannya. “Akan ku cari terus sampai dapat,” tekadnya. Raden Banterang menerobos semak belukar dan pepohonan hutan. Namun, binatang buruan itu tidak ditemukan. Ia tiba di sebuahsungai yang sangat bening airnya. “Hem, segar nian air sungai ini,” Raden Banterang minum air sungai itu, sampai merasa hilang dahaganya. Setelah itu, ia meninggalkan sungai. Namun baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba dikejutkan kedatangan seorang gadis cantik jelita.
“Ha? Seorang gadis cantik jelita? Benarkah ia seorang manusia? Jangan-jangan setan penunggu hutan,” gumam Raden Banterang bertanya-tanya. Raden Banterang memberanikan diri mendekati gadis cantik itu. “Kau manusia atau penunggu hutan?” sapa Raden Banterang. “Saya manusia,” jawab gadis itu sambil tersenyum. Raden Banterang pun memperkenalkan dirinya. Gadis cantik itu menyambutnya. “Nama saya Surati berasal dari kerajaan Klungkung”. “Saya berada di tempat ini karena menyelamatkan diri dari serangan musuh. Ayah saya telah gugur dalam mempertahankan mahkota kerajaan,” Jelasnya. Mendengar ucapan gadis itu, Raden Banterang terkejut bukan kepalang. Melihat penderitaan puteri Raja Klungkung itu, Raden Banterang segera menolong dan mengajaknya pulang ke istana. Tak lama kemudian mereka menikah membangun keluargabahagia.
Pada suatu hari, puteri Raja Klungkung berjalan-jalan sendirian ke luar istana. “Surati! Surati!”, panggil seorang laki-laki yang berpakaian compang-camping. Setelah mengamati wajah lelaki itu, ia baru sadar bahwa yang berada di depannya adalah kakak kandungnya bernama Rupaksa. Maksud kedatangan Rupaksa adalah untuk mengajak adiknya untuk membalas dendam, karena Raden Banterang telah membunuh ayahandanya. Surati menceritakan bahwa ia mau diperistri Raden Banterang karena telah berhutang budi. Dengan begitu, Surati tidak mau membantu ajakan kakak kandungnya. Rupaksa marah mendengar jawaban adiknya. Namun, ia sempat memberikan sebuah kenangan berupa ikat kepala kepada Surati. “Ikat kepala ini harus kau simpan di bawah tempat tidurmu,” pesan Rupaksa.
Pertemuan Surati dengan kakak kandungnya tidak diketahui oleh Raden Banterang, dikarenakan Raden Banterang sedang berburu di hutan. Tatkala Raden Banterang berada di tengah hutan, tiba-tiba pandangan matanya dikejutkan oleh kedatangan seorang lelaki berpakaian compang-camping. “Tuangku, Raden Banterang. Keselamatan Tuan terancam bahaya yang direncanakan oleh istri tuan sendiri,” kata lelaki itu. “Tuan bisa melihat buktinya, dengan melihat sebuah ikat kepala yang diletakkan di bawah tempat peraduannya. Ikat kepala itu milik lelaki yang dimintai tolong untuk membunuh Tuan,” jelasnya. Setelah mengucapkan kata-kata itu, lelaki berpakaian compang-camping itu hilang secara misterius. Terkejutlah Raden Banterang mendengar laporan lelaki misterius itu. Ia pun segera pulang ke istana. Setelah tiba di istana, Raden Banterang langsung menuju ke peraaduan istrinya. Dicarinya ikat kepala yang telah diceritakan oleh lelaki berpakaian compang-camping yang telah menemui di hutan. “Ha! Benar kata lelaki itu! Ikat kepala ini sebagai bukti! Kau merencanakan mau membunuhku dengan minta tolong kepada pemilik ikat kepala ini!” tuduh Raden Banterang kepada istrinya. ” Begitukah balasanmu padaku?” tandas Raden Banterang.”Jangan asal tuduh. Adinda sama sekali tidak bermaksud membunuh Kakanda, apalagi minta tolong kepada seorang lelaki!” jawab Surati. Namun Raden Banterang tetap pada pendiriannya, bahwa istrinya yang pernah ditolong itu akan membahayakan hidupnya. Nah, sebelum nyawanya terancam, Raden Banterang lebih dahulu ingin mencelakakan istrinya.
Raden Banterang berniat menenggelamkan istrinya di sebuah sungai. Setelah tiba di sungai, Raden Banterang menceritakan tentang pertemuan dengan seorang lelaki compang-camping ketika berburu di hutan. Sang istri pun menceritakan tentang pertemuan dengan seorang lelaki berpakaian compang-camping seperti yang dijelaskan suaminya. “Lelaki itu adalah kakak kandung Adinda. Dialah yang memberi sebuah ikat kepala kepada Adinda,” Surati menjelaskan kembali, agar Raden Banterang luluh hatinya. Namun, Raden Banterang tetap percaya bahwa istrinya akan mencelakakan dirinya. “Kakanda suamiku! Bukalah hati dan perasaan Kakanda! Adinda rela mati demi keselamatan Kakanda. Tetapi berilah kesempatan kepada Adinda untuk menceritakan perihal pertemuan Adinda dengan kakak kandung Adinda bernama Rupaksa,” ucap Surati mengingatkan.
“Kakak Adindalah yang akan membunuh kakanda! Adinda diminati bantuan, tetapi Adinda tolah!”. Mendengar hal tersebut , hati Raden Banterang tidak cair bahkan menganggap istrinya berbohong.. “Kakanda ! Jika air sungai ini menjadi bening dan harum baunya, berarti Adinda tidak bersalah! Tetapi, jika tetap keruh dan bau busuk, berarti Adinda bersalah!” seru Surati. Raden Banterang menganggap ucapan istrinya itu mengada-ada. Maka, Raden Banterang segera menghunus keris yang terselip di pinggangnya. Bersamaan itu pula, Surati melompat ke tengah sungai lalu menghilang.
Tidak berapa lama, terjadi sebuah keajaiban. Bau nan harum merebak di sekitar sungai. Melihat kejadian itu, Raden Banterang berseru dengan suara gemetar. “Istriku tidak berdosa! Air kali ini harum baunya!” Betapa menyesalnya Raden Banterang. Ia meratapi kematian istrinya, dan menyesali kebodohannya. Namun sudah terlambat.
Sejak itu, sungai menjadi harum baunya. Dalam bahasa Jawa disebut Banyuwangi. Banyu artinya air dan wangi artinya harum. Nama Banyuwangi kemudian menjadi nama kota Banyuwangi.


Sebuah Janji

Oleh: Rai Inamas Leoni

“Sahabat selalu ada disaat kita membutuhkannya, menemani kita disaat kita kesepian, ikut tersenyum disaat kita bahagia, bahkan rela mengalah padahal hati kecilnya menangis…”
***

Bel istirahat akan berakhir berapa menit lagi. Wina harus segera membawa buku tugas teman-temannya ke ruang guru sebelum bel berbunyi. Jabatan wakil ketua kelas membuatnya sibuk seperti ini. Gubrak…. Buku-buku yang dibawa Wina jatuh semua. Orang yang menabrak entah lari kemana. Jangankan menolongnya, meminta maaf pun tidak.

“Sial! Lari nggak pakek mata apa ya...” rutuk Wina. Dengan wajah masam ia mulai jongkok untuk merapikan buku-buku yang terjatuh. Belum selesai Wina merapikan terdengar langkah kaki yang datang menghampirinya.

“Kasian banget. Bukunya jatuh semua ya?” cemoh seorang cowok dengan senyum sinis. Sejenak Wina berhenti merapikan buku-buku, ia mencoba melihat orang yang berani mencemohnya. Ternyata dia lagi. Cowok berpostur tinggi dengan rambut yang selalu berantakan. Sumpah! Wina benci banget sama cowok ini. Seumur hidup Wina nggak bakal bersikap baik sama cowok yang ada di depannya ini. Lalu Wina mulai melanjutkan merapikan buku tanpa menjawab pertanyaan cowok tersebut.

Cowok tinggi itu sepintas mengernyitkan alisnya. Dan kembali ia tercenung karena cewek di depannya tidak menanggapi. Biasanya kalau Wina terpancing dengan omongannya, perang mulut pun akan terjadi dan takkan selesai sebelum seseorang datang melerai.

Teeeett… Bel tanda berakhirnya jam istirahat terdengar nyaring. “Maksud hati pengen bantu temen gue yang jelek ini. Tapi apa daya udah keburu bel. Jadi sori nggak bisa bantu.” ucap cowok tersebut sambil menekan kata jelek di pertengahan kalimat.

Cowok tersebut masih menunggu reaksi cewek yang ada di depannya. Tapi yang ditunggu tidak membalas dengan cemohan atau pun ejekan. “Lo berubah.” gumam cowok tersebut lalu berbalik bersiap masuk ke kelasnya. Begitu cowok itu membalikkan badannya, Wina yang sudah selesai membereskankan buku mulai memasang ancang-ancang. Dengan semangat 45 Wina mulai mengayunkan kaki kanannya kearah kaki kiri cowok tersebut dengan keras.

“Adooooww” pekik cowok tersebut sambil menggerang kesakitan.

“Makan tuh sakit!!” ejek Wina sambil berlari membawa buku-buku yang tadi sempat berserakan. Bisa dibayangkan gimana sakitnya tuh kaki. Secara Wina pakek kekuatan yang super duper keras. Senyum kemenangan menghiasi di wajah cewek tinggi kurus tersebut.
***

“Wina….”

Wina menoleh untuk melihat siapa yang memanggilnya. Ternyata dari kejauhan Amel teman baiknya sejak SMP sedang berlari kearahnya. Dengan santai Wina membalikkan badannya berjalan mencari motor matic kesayangannya. Ia sendiri lupa dimana menaruh motornya. Wina emang paling payah sama yang namanya mengingat sesuatu. Masih celingak-celinguk mencari motor, Amel malah menjitak kepalanya dari belakang.

“Woe non, budeg ya? Nggak denger teriakan gue. Temen macem apaan yang nggak nyaut sapaan temennya sendiri.” ucap Amel dengan bibir monyong. Ciri khas cewek putih tersebut kalo lagi ngambek.

“Sori deh Mel. Gue lagi bad mood, pengen cepet pulang.”

“Bad mood? Jelas-jelas lo tadi bikin gempar satu kelas. Udah nendang kaki cowok ampe tuh cowok permisi pulang, nggak minta maaf lagi.” jelas Amel panjang lebar.

“Hah? Sampe segitunya? Kan gue cuma nendang kakinya, masak segitu parahnya?” Wina benar-benar nggak nyangka. Masa sih keras banget? Tuh cowok ternyata bener-bener lembek, pikirnya dalam hati.

“Nendang sih nendang tapi lo pakek tendangan super duper. Kasian Alex lho.”

“Enak aja. Orang dia yang mulai duluan.” bantah Wina membela diri.

Sejenak Amel terdiam, lalu berlahan bibirnya tersenyum tipis. “Kenapa sih kalian berdua selalu berantem? Masalahnya masih yang itu? Itu kan SMP. Dulu banget. ” ujar Amel polos, tanpa bermaksud mengingatkan kejadian yang lalu. “Lagi pula gue udah bisa nerima kalo Alex nggak suka sama gue.”

“Tau ah gelap!” 
***

Bel pulang berbunyi nyaring bertanda jam pelajaran telah usai. Cuaca yang sedemikian panas tak menyurutkan niat para siswa SMA Harapan untuk bergegas pulang ke rumah. Wina sendiri sudah membereskan buku-bukunya. Sedangkan Amel masih berkutat pada buku catatanya lalu sesekali menoleh ke papan tulis.

“Makanya kalo nulis jangan kayak kura-kura.” Dengan gemas Wina menjitak kepala Amel. “Duluan ya, Mel. Disuruh nyokap pulang cepet nih!” Amel hanya mendengus lalu kembali sibuk dengan catatanya.

Saat Wina membuka pintu kelas, seseorang ternyata juga membuka pintu kelasnya dari luar. “Eh, sori..” ucap Wina kikuk. Tapi begitu sadar siapa orang yang ada di depannya, Wina langsung ngasi tampang jutek kepada orang itu. “Ngapaen lo kesini? Masih sakit kakinya? Apa cuma dilebih-lebihin biar kemaren pulang cepet? Hah? Jadi cowok kok banci baget!!!”

Jujur Alex udah bosen kayak gini terus sama Wina. Dia pengen hubungannya dengan Wina bisa kembali seperti dulu. “Nggak usah cari gara-gara deh. Gue cuma mau cari Amel.” ucap Alex dingin sambil celingak celinguk mencari Amel. “Hey Mel!” ucap Alex riang begitu orang yang dicarinya nongol.

“Hey juga. Jadi nih sekarang?” Amel sejenak melirik Wina. Lalu dilihatnya Alex mengangguk bertanda mengiyakan. “Win, kita duluan ya,” ujar Amel singkat.

Wina hanya benggong lalu dengan cepat mengangguk. Dipandangi Amel dan Alex yang kian jauh. Entah kenapa, perasaanya jadi aneh setiap melihat mereka bersama. Seperti ada yang sakit di suatu organ tubuhnya. Biasanya Alex selalu mencari masalah dengannya. Namun kini berbeda. Alex tidak menggodanya dengan cemohan atau ejekan khasnya. Alex juga tidak menatapnya saat ia bicara. Seperti ada yang hilang. Seperti ada yang pergi dari dirinya.
***

Byuuurr.. Fanta rasa stowberry menggalir deras dari rambut Wina hingga menetes ke kemeja putihnya. Wina nggak bisa melawan. Ia kini ada di WC perempuan. Apalagi ini jam terakhir. Nggak ada yang akan bisa menolongnya sampai bel pulang berbunyi.

“Maksud lo apa?” bentak Wina menantang. Ia nggak diterima di guyur kayak gini.

“Belum kapok di guyur kayak gini?” balas cewek tersebut sambil menjambak rambut Wina. “Tha, mana fanta jeruk yang tadi?” ucap cewek itu lagi, tangan kanannya masih menjambak rambut Wina. Thata langsung memberi satu botol fanta jeruk yang sudah terbuka.

“Lo mau gue siram lagi?” tanya cewek itu lagi.

Halo??!! Nggak usah ditanya pun, orang bego juga tau. Mana ada orang yang secara sukarela mau berbasah ria dengan fanta stroberry atau pun jeruk? Teriak Wina dalam hati. Ia tau kalau cewek di depannya ini bernama Linda. Linda terkenal sesaentro sekolah karena keganasannya dalam hal melabrak orang. Yeah, dari pada ngelawan terus sekarat masuk rumah sakit, mending Wina diem aja. Ia juga tau kalo Linda satu kelas dengan Alex. Wait, wait.. Alex??? Jangan-jangan dia biang keladinya. Awas lo Lex, sampe gue tau lo biang keroknya. Gue bakal ngamuk entar di kelas lo!

“Gue rasa, gue nggak ada masalah ama lo.” teriak Wina sambil mendorong Linda dengan sadisnya. Wina benar-benar nggak tahan sama perlakuan mereka. Bodo amat gue masuk rumah sakit. Yang jelas ni nenek lampir perlu dikasi pelajaran.

Kedua teman Linda, Thata dan Mayang dengan sigap mencoba menahan Wina. Tapi Wina malah memberontak. “Buruan Lin, ntar kita ketahuan.” kata Mayang si cewek sawo mateng.

Selang beberapa detik, Linda kembali mengguyur Wina dengan fanta jeruk. “Jauhin Alex. Gue tau lo berdua temenan dari SMP! Dulu lo pernah nolak Alex. Tapi kenapa lo sekarang nggak mau ngelepas Alex?!!”

“Maksud lo?” ledek Wina sinis. “Gue nggak kenal kalian semua. Asal lo tau gue nggak ada apa-apa ama Alex. Lo nggak liat kerjaan gue ama tuh cowok sinting cuma berantem?”

Plaakk.. Tamparan mulus mendarat di pipi Wina. “Tapi lo seneng kan?” teriak Linda tepat disebelah kuping Wina. Kesabaran Wina akhirnya sampai di level terbawah.

Buuugg! Tonjokan Wina mengenai tepat di hidung Linda. Linda yang marah makin meledak. Perang dunia pun tak terelakan. Tiga banding satu. Jelas Wina kalah. Tak perlu lama, Wina sudah jatuh terduduk lemas. Rambutnya sudah basah dan sakit karena dijambak, pjpinya sakit kena tamparan. Kepalanya terasa pening.

“Beraninya cuma keroyokan!” bentak seorang cowok dengan tegas. Serempak trio geng labrak menoleh untuk melihat orang itu, Wina juga ingin, tapi tertutup oleh Linda. Dari suaranya Wina sudah tau. Tapi Ia nggak tau bener apa salah.

“Pergi lo semua. Sebelum gue laporin.” ujar cowok itu singkat. Samar-samar Wina melihat geng labrak pergi dengan buru-buru. Lalu cowok tadi menghampiri Wina dan membantunya untuk berdiri. “Lo nggak apa-apa kan, Win?”

“Nggak apa-apa dari hongkong!?” 
***

Hujan rintik-rintik membasahi bumi. Wina dan Alex berada di ruang UKS. Wina membaringkan diri tempat tidur yang tersedia di UKS. Alex memegangi sapu tangan dingin yang diletakkan di sekitar pipi Wina. Wina lemas luar biasa. Kalau dia masih punya tenaga, dia nggak bakalan mau tangan Alex nyentuh pipinya sendiri. Tapi karena terpaksa. Mau gimana lagi.

“Ntar lo pulang gimana?” tanya Alex polos.

“Nggak gimana-mana. Pulang ya pulang.” jawab Wina jutek. Rasanya Wina makin benci sama yang namanya Alex. Gara-gara Alex dirinya dilabrak hidup-hidup. Tapi kalau Alex nggak datang. Mungkin dia bakal pingsan duluan sebelum ditemukan.

“Tadi itu cewek lo ya?” ucap Wina dengan wajah jengkel.

“Nggak.”
  
“Trus kok dia malah ngelabrak gue? Isi nyuruh jauhin lo segala. Emang dia siapa? “ rutuk Wina kesal seribu kesal. Ups! Kok gue ngomong kayak gue nggak mau jauh-jauh ama Alex. Aduuuhh…

Alex sejenak tersenyum. “Dia tuh cewek yang gue tolak. Jadi dia tau semuanya tentang gue dan termasuk tentang lo” ucap Alex sambil menunjuk Wina.

Wina diam. Dia nggak tau harus ngapain setelah Alex menunjuknya. Padahal cuma nunjuk. “Ntar bisa pulang sendiri kan?” tanya Alex.
  
“Bisalah. Emang lo mau nganter gue pulang?”
  
“Emang lo kira gue udah lupa sama rumah lo? Jangan kira lo nolak gue terus gue depresi terus lupaen segala sesuatu tentang diri lo. Gue masih paham bener tentang diri lo. Malah perasaan gue masi sama kayak dulu.” jelas Alex sejelas-selasnya. Alex pikir sekarang udah saatnya ngungkapin unek-uneknya.
“Lo ngomong kayak gitu lagi, gue tonjok jidat lo!” ancam Wina. Nih orang emang sinting. Gue baru kena musibah yang bikin kepala puyeng, malah dikasi obrolan yang makin puyeng.
  
“Perasaan gue masih kayak dulu, belum berubah sedikit pun. Asal lo tau, gue selalu cari gara-gara ama lo itu ada maksudnya. Gue nggak pengen kita musuhan, diem-dieman, atau apalah. Pas lo nolak gue, gue nggak terima. Tapi seiring berjalannya waktu, kita dapet sekolah yang sama. Gue coba buat nerima. Tapi nggak tau kenapa lo malah diemin gue. Akhirnya gue kesel, dan tanpa sadar gue malah ngajakin lo berantem.” Sejenak Alex menanrik nafas. “Lo mau nggak jadi pacar gue? Apapun jawabannya gue terima.”
  
Hening sejenak diantara mereka berdua. “Kayaknya gue pulang duluan deh.” Ucap Wina sambil buru-buru mengambil tasnya. Inilah kebiasaan Wina, selalu mengelak selalu menghindar pada realita. Ia bener-bener nggak tau harus ngapaen. Dulu ia nolak Alex karena Amel juga suka Alex. Tapi sekarang?

“Besok gue udah nggak sekolah disini. Gue pindah sekolah.” Alex berbicara tepat saat Wina sudah berada di ambang pintu UKS.

Wina diam tak sanggup berkata-kata. Dilangkahkan kakinya pergi meninggalkan UKS. Meninggalkan Alex yang termenung sendiri. 
***

Kelas masih sepi. Hanya ada beberapa murid yang baru datang. Diliriknya bangku sebelah. Amel belum datang. Wina sendiri tumben datang pagi. Biasanya ia datang 5 menit sebelum bel, disaat kelas sudah padat akan penduduk. Semalam Wina nggak bisa tidur. Entah kenapa bayangan Alex selalu terbesit di benaknya. Apa benar Alex pindah sekolah? Kenapa harus pindah? Peduli amat Alex mau pindah apa nggak, batin Wina. “Argggg… Kenapa sih gue mikir dia terus?”

“Mikirin Alex maksud lo?” ucap Amel tiba-tiba udah ada disamping Wina. “Nih hadiah dari pangeran lo.” Dilihatnya Amel mengeluarkan kotak biru berukuran sedang. Karena penasaran dengan cepat Wina membuka kotak tersebut. Isinya bingkai foto bermotif rainbow dengan foto Wina dan Alex saat mengikuti MOS SMP didalamnya. Terdapat sebuah kertas. Dengan segera dibacanya surat tersebut.

Dear wina, 
Inget ga pertama kali kita kenalan? Pas itu lo nangis gara-gara di hukum ama osis. Dalam hati gue ketawa, kok ada sih cewek cengeng kayak gini? Hehe.. kidding. Lo dulu pernah bilang pengen liat pelangi tapi ga pernah kesampaian. Semoga lo seneng sama pelangi yang ada di bingkai foto. Mungkin gue ga bisa nunjukin pelangi saat ini coz gue harus ikut ortu yang pindah tugas. Tapi suatu hari nanti gue bakal nunjukin ke lo gimana indahnya pelangi. Tunggu gue dua tahun lagi. Saat waktu itu tiba, ga ada alasan buat lo ga mau jadi pacar gue.

“Kenapa lo nggak mau nerima dia? Gue tau lo suka Alex tapi lo nggak mau nyakitin gue.” sejenak Amel tersenyum. “Percaya deh, sekarang gue udah nggak ada rasa sama Alex. Dia cuma temen kecil gue dan nggak akan lebih.”

“Thanks Mel. Lo emang sahabat terbaik gue.” ucap Wina tulus. “Tapi gue tetap pada prinsip gue.”
Amel terlihat menerawang. “Jujur, waktu gue tau Alex suka sama lo dan cuma nganggep gue sebagai temen kecilnya. Gue pengen teriak sama semua orang, kenapa dunia nggak adil sama gue. Tapi seiring berjalannya waktu gue sadar kalo nggak semua yang kita inginkan adalah yang terbaik untuk kita.” senyum kembali menghiasi wajah mungilnya. “Dan lo harus janji sama gue kalo lo bakal jujur tentang persaan lo sama Alex. Janji?” lanjut Amel sambil mengangkat jari kelingkingnya.

Ingin rasanya Wina menolak. Amel terlalu baik baginya. Dia sendiri tau sampai saat ini Amel belum sepenuhnya melupakan Alex. Tapi Wina juga tak ingin mengecewakan Amel. Berlahan diangkatnya jari kelingkingnya.

“Janji..” gumam Wina lirih.